TSUNAMI JEPANG... Suatu Pembelajaran



Gempa bumi berkekuatan 8,9 skala richter yang diikuti hantaman gelombang tsunami di Jepang, Jumat 11 Maret 2011 lalu mengundang keprihatinan warga dunia tak terkecuali Indonesia. Namun, kesiapan masyarakat Jepang dan reaksi cepat pemerintahnya dalam menghadapi kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia yang juga pernah merasakan hantaman tsunami di Acheh pada tahun 2004 lalu.

Banyak orang memuji ketabahan dan ketenangan warga Jepang saat menghadapi gempa maupun ketertiban mereka dalam menerima bantuan usai kejadian. Media melaporkan misalnya, warga dengan tertib antri membeli bahan makanan, memperoleh air bersih dan sebagainya. Apa yang diajarkan tsunami Jepang kepada kita? berikut tanggapan ilmuwan gempa dari Institut Teknologi Bandung, Hamzah Latief dalam perbincangan dengan okezone, Selasa, (15/3/2010).

Apa yang diajarkan gempa dan tsunami Jepang kepada kita?

Kalau bapak lihat, Jepang jauh-jauh hari sudah mempersiapkan diri baik secara teknologi maupun kultur. Early warning system mereka sudah bagus, tata ruang bagus, tanggap darurat bagus sehingga sebelum bantuan luar negeri datang pun dia langsung bekerja aktif mempersiapkan diri. Perdana menteri sekalipun memakai baju biru, sama dengan regu penolong lainnya, artinya dia total melaksanakan tugas ini dan kita lihat komitmen pemerintah berjanji betul-betul siap menanggulangi. Demikian juga infrastruktur finansial, perbankan sepakat mengubah skema pembiayaan untuk menanggulangi bencana tersebut.

Kemudian, Jepang juga sudah jauh-jauh hari mempersiapkan bencana akan datang sehingga masyarakat siap, tak perlu tenda banyak ada rumah-rumah atau tempat yang bisa dijadikan penampungan demikian juga persiapan makanan dan sebagainya meskipun air listrik rusak dengan cepat 3 hari sudah recovery, listrik sudah diatasi sehingga tidak mati total. Itu bisa kita pelajari.

Media memberitakan tinggi gelombang hanya 10 meter, tidak setinggi pohon kelapa seperti yang terjadi di Acheh. Tapi mengapa daya rusaknya juga sangat dahsyat?

Itu sebenarnya lebih dari 10 meter, kita lihat tembok penghalang saja dilewati. Daya rusaknya seperti itu karena nilai yang dimiliki memang tinggi-tinggi. Di sisi lain sayang juga, di Jepang banyak rumah kayu sehingga terangkat semua. Itu karena desain rumah kayu tahan gempa tapi tidak tahan tsunami. Kalau kita lihat di Jepang yang tinggal di pesisir itu benar-benar yang memang ada kaitannya dengan laut. Tidak seperti di Acheh, misalnya pegawai negeri sipil pun tinggal di pesisir. Ini yang membuat korban di Jepang juga lebih sedikit.

Bagaimana perbandingan gempa Acheh dengan yang di Jepang?
Dari sisi gempa kita lebih besar dua sampai tiga kali. Jadi kita lebih dahsyat cuma karena dia sepanjang patahan berhadapan langsung dengan pulau utama Jepang jadi dampaknya langsung terasa. Kalau kita terbagi ke Thailand, Laos, India dan sebagainya. Dulu kita semua menderita, Thailand, India Sri Lanka jadi ada plus minusnya.

Bisakah Ilmuwan Memprediksi Prediksi Gempa Besar Seperti Ini?

Bisa, sejak 640 sebelum masehi Jepang sudah tahu akan ada gempa besar seperti ini. Mereka tahu ada interval 600 tahun, 1000 tahun dan siap menghadapi itu. Prinsipnya mereka sudah tahu, tapi memang alam ini terlalu berat, Jepang tak bisa apa-apa.

Bagaimana dengan Ilmuwan Indonesia?

Kita baru belajar. Jepang teknologinya sudah ada sejak tahun 869 masehi sudah punya catatan baik, jadi 1200 tahun lalu dia sudah tahu akan ada sepetri ini, kita baru belajar sesudah gempa Acheh. Setelah itu baru kita serius, jadi kita telat.

Apa yang Harus Kita Lakukan untuk Mengejar Ketertinggalan?

Kita perkuat riset, pembelajaran masyarakat, sering latihan secara rutin bagaimana menghadapi gempa termasuk tsunami kemudian media massa lebih mendidik. Rasanya sekarang sudah ngeh semua kok tsunami, kita lihat kemarin kita sampaikan Irian berpotensi tsunami orang pada siap jauh lebih baik sekarang.Kita sudah jauh lebih maju dalam mengejar ketertinggalan, peneliti kita juga sudah banyak.

Sumber : Okezone.com