MEMILIH PEMIMPIN ANTIDUSTA

Bila sebuah kepemimpinan dituntun oleh tradisi dusta, kehancuran pemimpin dan yang dipimpinnya hanya soal waktu.

Kepemimpinan para Nabi dan Rasul merupakan kepemimpinan yang sangat anti pada sifat-sifat munafiq yang penuh dusta, pengingkaran janji-janji, serta penghianatan amanah. Sudah pasti harus demikian adanya, karena ajaran utama yang mereka bawa adalah kebenaran wahyu Allah yang mutlak disampaikan secara lurus dan benar. Lawan yang akan dihadapi kebenaran wahyu ini adalah pengingkaran dan penghianatan.

Seperti yang diperingatkan Allah SWT: “Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa. Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami maka ayat-ayat itu dijadikan permainan (olok-olokan). Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.” (al-Jaatsiyah:7-9)

Nabi Muhammad Saw adalah salah satu di antara dua puluh lima Rasul yang paling efektif dalam mengembangkan misi dakwanya. Dalam waktu yang relative singkat jazirah Arab diislamkan, yang kemudian oleh penerusnya mencapai daratan Eropa. Jazirah Arab yang sebelumnya berpenduduk Jahiliayah, berkat sentuhan tangan Rasulullah akhirnya menjadi pusat peradaban.

Dalam menjalankan misinya, Rasulullah tidak berbekal kekuatan dana. Pengikut Rasulullah pada mulanya sebagiuan besar adalah kaum papa. Sebagian di antara mereka adalah para budak, buruh kasar, dan hanya sedikit di antaranya yang menjadi pengusaha.

Perjuangan Rasulullah juga tidak mengandalkan kekuatan senjata. Allah baru member izin berperang kepada Rasulullah setelah bertubi-tubi menghadapi serangan dari musuhnya. Bila dibandingkan dengan kekuatan militer yang dimiliki oleh musuh-musuh Islam sungguh tidak ada bandingannya. Baik dari segi jumlah pasukan, apalagi perlengkapan dan pembekalan perangnya.

Pada mulanya kaum muslimin adalah pihak-pihak yang lemah dan tertindas. Rasulullah sendiri pernah diboikot, diusir dari tanah kelahirannya, dikejar-kejar, bahkan nyaris dibunuh. Demikian juga para pengikutnya. Meskipun demikian perjuangan Islam tetap bertahan, bahkan terus berkembang.

Bak bola salju. Misi Islam terus berkembang dari hari ke hari tanpa bias ditahan oleh kekuatan manapun. Rahasianya terletak pada kekuatan akhlakul karimah. Seperti dimaklumi bahwa muatan ajaran Islam itu sendiri penuh dengan nilai-nilai akhlakul karimah dan dibawakan oleh oleh orang-orang sangat terpuji dengan cara-cara yang amat santun. Disinilah letak pesona Islam itu sebenarnya.

Ketika kaum kuffar menolak ajaran Rasulullah, hati kecil mereka sebenarnya memberontak, bukankah selama ini Muhammad tidak pernah berbohong? Bukankah dia selalu benar ucapan dan perbuatannya?

Demikian juga ketika mereka memusuhi Muhammad, hati kecil mereka sebenarnya bertanya-tanya, untuk apa kami bermusuhan dengan orang-orang yang tidak pernah memusuhi kami? Untuk apa kami menyakiti orang yang tidak pernah dan tidak akan pernah menyakiti kami?

Bagaimanapun juga Akhlaq Rasulullah telah membuka ruang sekecil apapun dalam hati seseorang untuk menerima Islam. Orang yang paling keras dalam permusuhannya sekalipun, pada dasarnya mempunyai perasaan yang sama. Rasa kemanusiaannya selalu bertanya-tanya, apa alasannya memusuhi orang yang sangat baik akhlaknya, seperti Muhammad?

Islam yang diajarkan rasulullah persis sama dengan yang diajarkan para ulama sekarang ini. Bedanya, dulu yang membawanya dalah sosok pribadi agung yang bernama Muhammad, sedangkan saat ini dibawakan dan disajikan oleh orang-orang kerdil seperti kita. Barangnya sama tapi pembawaannya berbeda. Tentu saja hasilnya akan berbeda pula.

Dengan akhlakul karimah itu, Rasulullah tidak saja berhasil memikat hati orang-orang yang sedang didakwahinya, tapi efektif juga dalam menundukkan hati kaum muslimin. Kepemimpinan yang dibangun Rasulullah benar-benar kepemimpinan hati, dimana unsure kecintaan,kasih saying, dan kesetiaan menjadi perekatnya. Belum pernah ada seorang pemimpin yang lebih dicintai dan ditaati perintahnya sebagaimana Rasulullah.

Seperti yang dilakukan sahabat Anshar di hadapan Rasulullah. Mereka pertaruhkan jiwa demi membela keselamatan Rasulullah. Mereka membela kebenaran Islam sampai titik darah penghabisan. Mengapa mereka begitu cinta? Jawabannya sederhana saja. Karena Rasulullah memang layak dipercaya. Karena Rasulullah tidak pernah berdusta, sekalipun juga. Karena beliau jujur, lurus, dan benar, baik sikap dan perbuatannya. Apa yang ditampakkan sama dengan apa yang tersembunyi di dalam hatinya.

Bagi seorang pemimpin, kredibilitas itu sangat penting, bahkan lebih penting dari segalanya. Jika seorang pemimpin sudah tidak mendpatkan kepercayaan dari yang dipimpinnya maka yang terjadi adalah anarkisme. Semua orang akan berbuat sendiri-sendiri.

Keberhasilan kepemimpinan seseorang sangat ditentukan oleh seberapa jauh mereka mendapatkan dukungandan kepercayaan dari masyarakatnya. Jika masyarakat sudah tidak mendukung dan tidak menaruh kepercayaan kepadanya, maka jatuhlah kepemimpinannya. Lambat atau cepat, mereka akan tergusur dari singgasana kepemimpinan.

Nabi Muhammad Saw memperingatkan setiappribadi muslim untuk teguh memegang kata-kata yang benar. Sifat seperti ini sangat berpengaruh langsung pada keselamatan hidup mereka.

Seperti yang pernah disampaikannya:

Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surge. Selama seseorang benar dan selalu memilih kebenaran, dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang yang benar (jujur). Berhati-hatilah terhadap dusta. Sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seorang dusta dan selalu memilih dusta,dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR al-Bukhari)

Pemimpin yang suka berdusta, berbohong,plin-plan, tidak konsisten, suka mengobral janji dan tidak menepatinya, menyebarkan fitnah, dan memutarbalikkan fakta pasti akan jatuh dengan sendirinya. Ketika dia berdusta, sesungguhnya dia telah mendorong kursi kepemimpinannya. Ia telah menjatuhkan dirinya sendiri, karena ulah dan perbuatannya sendiri.

Kalau pemimpin seperti di atas ini hanya jatuh sendirian tidaklah akan terlalu merisaukan. Celakanya, bila kepemimpinannya sudah menjadi lembaga dusta dan kemunafikan, maka kehidupan kaum yang bernaung di bawahnya akan terbawa pada ketidakpastian yang berujung pada kekacauan dan kesengsaraan.